Rabu, 19 Desember 2007

PRICING STRATEGY AND EXECUTION: AN OVERLOOKED WAY TO INCREASE REVENUES AND PROFITS

Selain strategy pada teknologi, pelaksanaan strategi penentuan harga adalah salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan dan profit. Dalam menentukan harga, pengembangan strategi penetapan harga dan implementasi dari strategi mempengaruhi konsistensi dan suksesnya penjualan. Beberapa perusahaan melihat sebagai kesempatan strategy yang potensial. Penentuan harga itu berlaku khusus, variasi harga digunakan pada beberapa perusahaan dengan multiproduk.

Empat macam penentuan harga:

1. Strategi penentapan harga untuk perusahaan yang sudah ada

2. Strategi penentapan harga untuk perusahaan baru

3. Manajemen harga untuk perusahaan baru

4. Manajemen harga untuk perusahaan yang sudah ada

Dalam prakteknya untuk mempermudah proses dan sistematika penetuan harga, perusahaan dapat menggunakan software and tools. Tujuan dari masing-masing software untuk membuat keunggulan secara nyata dalam empat proses dalam sebuah organisasi :

  1. Kebijakan penetuan harga
  2. Optimalisasi kuota
  3. Penunjang kebijakan harga
  4. Menganalisis profitabilitas pelanggan

Aplikasi software itu dapat berjalan sendiri-sendiri atau terintegrasi dalam sebuah system tertentu. Dalam banyak kasus dijumpai bahwa project penetapan harga yang sukses menghasilkan tingkat keuntungan yang tinggi. Pengembangan strategi penetapan harga dan eksekusinya dapat menghasilkan capital market benefit. Jadi, dalam software penentuan harga terdapat bererapa macam informasi seperti :

  1. Harga rata-rata yang dibayarkan untuk sebuah produk pada level kuantitas tertentu.
  2. Harga rata-rata yang dibayarkan oleh konsumen dimasa lalu.
  3. Harga yang diprediksikan konsumen mau untuk membayar.
  4. Estimasi harga tertinggi yang mau dibayarkan oleh konsumen.
  5. Estimasi komisi berdasarkan empat harga potensial diatas.

Ada beberapa metode penentuan harga pada industri high-tech yaitu :

  1. Named user pricing
  2. Tiered pricing
  3. Hybrid pricing
  4. Concurrent user pricing
  5. CPU pricing
  6. Bundled pricing
  7. Upgrade pricing
  8. Site license pricing

Untuk strategi objek yang berbeda dibutuhkan penetapan harga yang mendukung strategi itu. Pendekatan harga yang berbeda untuk perusahaan high tech dapat mendukung pemasaran dan pencapaian tujuan strategis perusahaan. Eksekusi penetapan harga menawarkan kepada perusahaan yang sedang berkembang maupun maju sebuah pendekatan yang memiliki resiko lebih rendah dalam hal pendapatan, margin, keuntungan, dan pertumbuhan nilai bagi pemegang saham dari pada inovasi dan akuisisi. Perusahaan akan memeperoleh keuntungan secara financial yang lebih baik bilamana perusahaan itu memadukan model bisnis yang inovatif dan membuat akuisisi dengan eksekusi penetapan harga yang baik.

HOW TECHNOLOGY-DRIVEN BUSINESS STRATEGY CAN SPUR INNOVATION AND GROWTH

Selama ini, pebisnis beranggapan bahwa teknologi adalah factor utama untuk mencapai kesuksesan atau memenangi persaingan, dengan penyusunan strategi yang technology minded. Tetapi sekarang sebuah strategy harus berada pada titik pertemuan antara wawasan pasar dan penguasaan teknologi, menjadikan teknologi sebagai input untuk menyusun sebuah strategi yang didasarkan kepada wawasan pasar. Sehingga diperoleh sebuah strategi yang memiliki perbedaan secara mendasar, pendekatan ini dikenal sebagai “technology-driven business strategy”.

Saat ini dan masa yang akan datang teknologi ini memiliki beberapa implikasi penting.

1. Sebagai bahan pertimbangan untuk menyusun strategi bisnis

2. Membuat terobosan baru dengan teknologi yang dikuasai

3. Perpaduan antara teknologi yang dikuasai dan wawasan pasar menghasilkan sebuah inovasi yang akan sangat bermanfaat bagi usaha kecil.

4. Penguasaan teknologi dapat memberikan keunggulan dalam hal kecepatan menghadapi perubahan teknologi dan mengurangi resiko bisnis.

Technology-driven strategy dapat melahirkan inovasi baru dengan cara menerapkan satu atau lebih dari 3 cara, yaitu:

1. Change the basis of competition, melihat dimensi baru / melihat kebutuhan pasar yang belum terungkap atau menggeser dasar persaingan.

2. Broke the rules of scale, memperoleh keuntungan pada skala usaha yang kecil atau mencapai keunggulan skala dimana tidak terdapat perusahaan lain.

3. Introduced totally new business models, terus mencari alternative model bisnis baru dengan memenfaatkan teknologi yang dikuasai.

Yang perlu diingat bahwa inovasi itu harus merupakan hasil dari wawasan pasar dan teknologi know-how, bukan sekedar penciptaan teknologi-teknologi baru.

Beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan ketika ingin menerapkan technology-driven strategy innovators untuk menyusun strategi bisnis, atau menghasilkan inovasi antara lain.

1. Consider technology a core input,

2. Revisit strategy and technology context regularly

3. Uniquely manage emerging business opportunities

4. plan for disruptions

5. manage for today’s and tomorrow’s context

6. focus technology on the customers’ priorities

perbedaan mendasar dalam hal prinsip bahwa pengembangan strategi tradisional dengan pendekatan pada hasil, mengesampingkan persoalan implementasi teknologi berperan sebagai katalis pada tahap awal perancanaan strategi berpadu dengan wawasan pasar untuk menghasilkan ide-ide yang benar-benar inovatif.

Pada pendekatan tradisional, strategi perencanaan lebih menitik beratkan pada penganalisisan apa yang perlu diketahui tentang persaingan pemasok, dan pembeli yang dituju. Sedangkan pada pendekatan pasar/technology-driven bergeser mencakup eksplorasi hal-hal yang baru barang dan jasa yang belum ada melahirkan sekmen pasar yang belum dilihat oleh yang lain. Kemampuan operasional yang baru yang merubah sifat persaingan.

Technology-driven memberikan keunggulan khusus, kecepatan dalam menyikapi pasar dan mengurangi resiko dari teknologi yang usang; menyediakan peringatan awal tentang hal-hal yang berpotenesi mengganggu bisnis; memangkas jalur birokrasi dari proses perencanaan yang seringkali menghalangi inovasi terutama pada perusahaan-perusahaan yang besar; mengakomodasi peningkatan kecepatan dan kompleksitas bisnis, yang tidak mungkin dikelola dengan cara tradisional.

Perusahaan yang secara cepat mengenali potensi dalam kerangka pendekatan yang kita sebut technology-driven business strategy dan mempelajari prinsip-prinsip dasarnya dapat mengatur langkah inovasi dalam industri mereka menuju rencana kompetitif.

THE EMPOWERMENT EFFORT THAT CAME UNDONE

George Marlow, a vise president manufaktur di SportGear sedang menantikan meeting perusahaan bulan ini. Martin Griffin CEO SportGear akan menyatakan suatu era baru tentang empowerment di perusahaan. SportGear mempunyai banyak permasalahan, market share sedang merosot dalam kompetisi domestik dan asing. Ide-ide produk baru langka. Departemant seperti manufaktur dan penjualan hampir tidak berkata kepada satu sama lain. Semangat yang rendah, dan resume sedang mendadak hilang. Dalam pesan terakhirnya Martin menyatakan bahwa “Ketika kita menghadapi peningkatan kompetisi, kita memerlukan gagasan baru, energi baru, spirit baru untuk membuat perusahaan ini besar. Dan sumber untuk perubahan ini adalah kamu, masing-masing dari kamu.”

Harry Lewis, manufacturing engineer berkata kepada George bahwa empowerment sebuah bahaya, tidak akan menyelamatkan satu pekerjaan. Empowerment akan mengakibatkan banyak pertemuan-pertemuan, banyak uang yang dibelanjakan untuk konsultan dan banyak waktu disia-siakan. Sampah seperti empowerment adalah bukan suatu pengganti untuk pekerjaan berat dan keyakinan sempit di dalam orang yang sudah bertahun-tahun dengan perusahaan

Dalam suatu pertemuan tim manufaktur, Susan Starr, seorang konsultan muda dari Asosiasi Evans, mengatakan bahwa empowerment adalah suatu tindakan membangun, mengembangkan, dan meningkatkan kekuatan melalui cooperating, sharing, dan work together. Kemudian menurut dia, seorang manager harus mempunyai peran baru sebagai coach, facilitator dan pengembangan sumber daya. Juga akan dilibatkan dalam hubungan baru seperti akan membantu, memberi tahu, mengevaluasi dan memotivasi. Trust adalah batu sudut dalam segala hubungan, tanpa kepercayaan, tidak ada rencana empowerment dapat bekerja.

Dinding Perlawanan

Beberapa minggu kemudian, George dan anggota tim lainnya mempresentasikan laporannya. Kesimpulannya mereka pikir tim membuat start yang baik tapi banyak penelitian dan analisis diperlukan sebelum tindakan dapat dipertimbangkan. Anggota regu dibingungkan oleh hasil respon laporan mereka. Nampak dalam usaha mereka menjadi waktu yang sia-sia. George memikirkan Harry yang telah mengatakannya dari pertama.

Ia bingung dengan pilihannya: menutup mulut, yang mana barangkali memvonis manufaktur kepada suatu awal kematian. Mengambil resiko dan menghadapi Martin yang membuat empowerment work. Mendorong pelan-pelan untuk perubahan, barangkali dalam beberapa toko sportGear , dan mengharapkan dukungan untuk regu yang lainnya. Atau mencari pekerjaan yang lain, meninggalkan sebuah perusahaan yang benar-benar perhatian dan telah menikmati pekerjaannya.

Empowerment adalah salah satu cara untuk mendapatkan kinerja terbaik dari karyawan. Pengertian dari pemberdayaan ini dalam Kreitner dan Kinicki adalah sebagai berikut “sharing varying degrees of power with lower-level employees to tap their full potential”. Dalam sebuah pemberdayaan sangat dibutuhkan adanya kepercayaan. Tanpa kepercayaan maka apa yang telah atau akan dilaksanakan tidak akan berhasil, setiap anggota tim akan menciptakan penolakan terhadap ide atau kebijakan yang disampaikan oleh pemimpin.

Dalam kasus sports gear, program pemberdayaan tidak dapat dilaksanakan karena banyak anggota yang tidak setuju dengan rencana yang akan dijalankan untuk mengangkat posisi perusahaan ke tingkat yang lebih kompetitif lagi. Dalam rapat yang bertujuan untuk membahas tentang bagaimana pemberdayaan itu dapat dijalankan sesuai dengan hasil riset yang ditujukan pada para penjual produk sports gear, kepercayaan yang diharapkan muncul tidak tampak sama sekali. Setiap anggota tim memiliki pendangan sendiri dan berusaha untuk menolak ide tentang pemberdayaan dengan berbagai macam alasan. Hal ini dipicu oleh sikap Martin yang keluar meninggalkan ruang rapat untuk menghadiri rapat dengan kepala departemen rantai toko. Sebagai orang yang mengusulkan pemberdayaan dilakukan di perusahaan, seharusnya Martin tahu bahwa banyak orang yang menggantungkan harapan mereka pada program yang akan dijalankan. Tidak seharusnya ia meninggalkan ruang rapat, karena anggota yang lain akan berpikir bagaimana pemberdayaan bisa dijalankan apabila orang yang mengusulkan tidak tertarik dengan hasil riset berkaitan dengan pemberdayaan yang telah dilakukan pada jaringan penjual produk perusahaan. Apabila anggota yang lain sudah memiliki pemikiran yang salah seperti ini maka mereka tidak akan lagi percaya pada program pemberdayaan yang akan dijalankan, meskipun program tersebut bertujuan untuk meningkatkan level persaingan perusahaan yang berarti adalah keuntungan besar. Anggota lain akan menciptakan penolakan pada diri mereka, apabila mereka menganggap bahwa pemimpin tidak memiliki kepedulian pada program yang diusulkannya sendiri. Padahal dalam sebuah program pemberdayaan trust atau kepercayaan antar anggota sangat dibutuhkan. Anggota melupakan satu hal dalam kasus ini, yaitu bahwa kepercayaan adalah hasil akhir dari sebuah proses, bukan sesuatu yang dapat diperintahkan kepada orang lain untuk dijalankan. Berdasarkan kasus di atas tampak bahwa semboyan pemberdayaan hanya sebatas perintah saja bukan sebuah program yang layak untuk dijalankan.

Saling membantu, saling menghargai pendapat orang lain, dan rasa memiliki perusahaan yang kuat akan timbul apabila perusahaan atau manajer tahu bagaimana pemberdayaan tersebut seharusnya dijalankan. Pemberdayaan bukan hanya terkait dengan bagaimana sebuah tugas itu dibagi, tapi lebih dari itu pemberdayaan memiliki arti bahwa keputusan yang akan dibuat adalah berdasarkan pada win-win solution, bukan seperti cara pandang tradisional, yang menganggap bahwa apabila saya berhasil menguasai orang lain maka saya adalah pemenang. Dalam pemberdayaan setiap keputusan harus menguntungkan banyak pihak bukan satu pihak saja.

Intel Culture

Intel adalah perusahaan yang khusus bergerak dalam bidang produksi dan design microprocessor. Intel perusahaan yang telah berkembang dalam nilai dan budaya. Dalam pernyataan intel, gaya konfrontasi telah menciptakan lingkungan yang dikritisi membuat stres yang berlebihan pada karyawan dan juga pujian kepada karyawan yang bekerja paling baik.

Tipe budaya di intel adalah: Memberikan stress yang berlebihan pada karyawan dan pujian kepada karyawan yang bekerja paling baik. Mendorong karyawan untuk ide-ide menentang dan solusi untuk mengambil risiko. Mempercayai karyawan dan mengharapkan mereka untuk membuat keputusan yang bernilai jutaan dolar. Intel juga berkembang dalam niali-nilai perusahaan diantaranya adalah :

1. Result orientation

2. Risk taking

3. Great place to work

4. Customer orientation

5. Quality

6. Dicipline

Karir di Intel terbagi dalam kategori berikut ini:

1. Technical Careers: Integrated circuit engineering, Integrated Circuit Manufacturing, Hardware Engineering, Hardware Manufacturing, Software Engineering, Information Technology

2. Business Careers: Marketing, Finance and Accounting, Planning and Logistic, Material and Corporate Services, Human Resources, Management , Legal.

Meskipun Intel menguasai 90% market share namun Intel menolak untuk beristirahat, sementara perusahaan lain akan lebih senang uuntuk beristirahat dalam kemenangannya. Secara agresif mengejar generasi microprosessor selanjutnya dan dengan menggunakan modal intelektualnya telah memberikan Intel manfaat kompetitif yang banyak sekali. Budaya perusahaan risk-taking Intel telah memberikan dividen yang sangat besar dan perusahaan melanjutkan untuk percaya pada budaya ini untuk meneruskan dominasinya di dalam dunia industri microprosessor.

ABC SWEET LIMITED

Studi kasus ini terjadi dalam satu departemen di sebuah pabrik permen di Utara Jawa Tengah, yang mengalami masalah kritis. Perusahaan ini bernama ABC Sweet Ltd. Departemen yang memproduksi dan mengepak, selanjutnya disebut MM adalah system dalam tingkatan produksi. Departemen ini dikelola dalam daerah yang saling berdekatan antara produksi dan pengepakan. Tugas paling kritis terjadi awal di proses, yang meliputi memasak dan mendesain campuran produk berbeda. Semua tugas sangat saling tergantung seperti bahwa semua performance seseorang mempengaruhi kemudahan orang berikutnya sehingga dapat sukses mencapai bagian proses dari produksinya.

Permasalahan di MM mempelihatkan adanya perputaran tenaga kerja yang lebih tinggi, enam manajer baru dalam delapan tahun, produksi yang secara konsisten jatuh di bawah target studi kerja standard, dan sisa yang banyak. Departemen ini dikenal yang terburuk di pabrik, dan permasalahannya dengan berbagai cara ditandai dalam kaitan dengan “attitude”, “climate” dan “atmosphere”. Lebih dari itu, karyawan mempunyai sedikit tanggung-jawab pengambilan keputusan, kepuasan kerja rendah, motivasi rendah dan menerima informasi sedikit atas performa mereka. Sehingga ada masalah hubungan antar pribadi antara karyawan di dalam produksi dan ruang pengepakan, antara kedua supervisor, dan juga di antara operator, dan sejumlah ketidakpuasan yang berkaitan dengan ukuran pembayaran dan penilaian.

Di MM ini tipenya berarti bahwa, manakala mereka sibuk, karyawan tak mahir membuat banyak membantu, sedangkan manakala permintaan karyawan MM rendah mereka ditransfer ke departemen lain di mana mereka pada umumnya diberi pekerjaan buruk. Kedua solusi ini tidak disukai karyawan MM.

Karyawan, supervisor, manager mengetahui bahwa banyak yang salah di MM. Bagaimanapun, tidak ada pandangan berkaitan penyebab dan apa yang sebaiknya dilaksanakan untuk membuat improvements. Sehingga manajer departemen menginginkan untuk mengenalkan seorang supervisor senior untuk menangani konflik antara supervisor bagian produksi dan supervisor bagian packing, juga mendukung meningkatkan produksi. Manajer pabrik berpikir cara kerja yang di organisir dan diatur jadi di inti dari berbagai kesulitan

Copyright and Software Piracy

Definition of Copyright

Copyright is a set of exclusive rights regulating the use of a particular expression of an idea or information. At its most general, it is literally "the right to copy" an original creation. In most cases, these rights are of limited duration. The symbol for copyright is ©, and in some jurisdictions may alternatively be written as either (c) or (C).

Copyright may subsist in a wide range of creative, intellectual, or artistic forms or "works". These include poems, theses, plays, and other literary works, movies, choreographic works (dances, ballets, etc.), musical compositions, audio recordings, paintings, drawings, sculptures, photographs, software, radio and television broadcasts of live and other performances, and, in some jurisdictions, industrial designs. Designs or industrial designs may have separate or overlapping laws applied to them in some jurisdictions. Copyright is one of the laws covered by the umbrella term intellectual property.

Copyright law covers only the form or manner in which ideas or information have been manifested, the "form of material expression". It is not designed or intended to cover the actual idea, concepts, facts, styles, or techniques which may be embodied in or represented by the copyright work. For example, the copyright which subsists in relation to a Mickey Mouse cartoon prohibits unauthorized parties from distributing copies of the cartoon or creating derivative works which copy or mimic Disney's particular anthropomorphic mouse, but does not prohibit the creation of artistic works about anthropomorphic mice in general, so long as they are sufficiently different to not be deemed imitative of the original. In some jurisdictions, copyright law provides scope for satirical or interpretive works which themselves may be copyrighted. Other laws may impose legal restrictions on reproduction or use where copyright does not - such as trademarks and patents.

Copyright laws are standardized through international conventions such as the Berne Convention in some countries and are required by international organizations such as European Union or World Trade Organization from their member states.

Copyright Law

Exclusive Right

The phrase "exclusive right" means that only the copyright holder is free to exercise the attendant rights, and others are prohibited using the work without the consent of the copyright holder. Copyright is often called a "negative right", as it serves to prohibit people (e.g. readers, viewers, or listeners, and primarily publishers and would be publishers) from doing something, rather than permitting people (e.g. authors) to do something. In this way it is similar to the unregistered design right in English law and European law. The rights of the copyright holder also permit him/her to not use or exploit their copyright for its duration. This means an author can choose to exploit their copyright for some of the duration and then not for the rest, vice versa, or entirely one or the other.

There is however a critique which rejects this assertion as being based on a philosophical interpretation of copyright law, and is not universally shared. There is also debate on whether copyright should be considered a property right or a moral right. Many argue that copyright does not exist merely to restrict third parties from publishing ideas and information, and that defining copyright purely as a negative right is incompatible with the public policy objective of encouraging authors to create new works and enrich the public domain.

The right to adapt a work means to transform the way in which the work is expressed. Examples include developing a stage play or film script from a novel; translating a short story; and making a new arrangement of a musical work.

Set of exclusive rights (right to exclude others):

* to reproduce work in copies,

* to prepare derivative works, including translations

* to distribute copies to the public,

* to publicly perform or display the work, or

communicate it to the public (broadcast)

* “moral rights” of integrity & attribution

* some rights to control acts of those who facilitate

or contribute to others’ infringement (e.g., ISPs)

Definition of Software Piracy

Software piracy is defined as the unauthorized duplication of computer software.

Copying software is an act of copyright infringement, and is subject to civil and criminal penalties.

History of Software Piracy

The first known instance of Software Piracy happened in 1975 when Dan Sokol, who was a member of Homebrew Computer Club, wrote a program that copied the punch card pattern of the Language BASIC, thus becoming the first Software Pirate.

The first major case happen in 1994, David LaMacchia, a 21 year old student at MIT, operated an Internet site that allowed users to upload and download pirated software.

Because he sought no profit from his actions, actions that caused substantial economic harm to software companies, he could not be charged under the criminal provisions of the copyright law at the time. The operation (called Buccaneer) targeted one of the oldest pirate rings called DrinkOrDie (DoD).

Founded in Moscow in 1993, DrinkOrDie (DoD) became famous among software pirates when it released a copy of Microsoft Windows 95 two weeks before the program went on sale. No arrests in the U.S. were reported at the time.

In Indonesia, software piracy caused by the high price of original software. In other side, the cost of software duplication absolutely cheaper then if the customer buy the original software, so customers will be drive to use copy of original software. Instead of the high price of original software, the producer design software in closed system.

Highest & Lowest Software Piracy Rates

Law of Software Piracy

Indonesia’s Law

Just like in many other countries, copyright in Indonesia is protected under the law (Indonesian Copyright Act No.19/2002). Most of the Indonesians are not well informed about this exclusive right everyone here is entitled as the first creator, or they just do not know how to process the registration of their creation.

Thus, if you create: books, computer programs, pamphlet, speech, science, drama, choreography, architecture, map, photography, cinematography, design industry, paintings, drawings, calligraphy, sculpture, collage, database etc. then you should protect such exclusive right by registering your Copyright in Indonesia through to the Office of Intellectual Property Rights Directorate General (Dirjen Hak Atas Kekayaan Intelektual called also Dirjen HAKI, a unit in Department of Justice and Human Rights). Even though a creation should be protected fist time when it was created, and NOT when it was registered, for anticipation on possible future claim against our copyright, it is necessary that we have sufficient evidence in a form of Registration Certificate to be presented as evidence before the court.

Law of software piracy in Indonesia are :

Based on the Law on Copyright of 1982 no.6.

Amandement of Copyright 1987 no. 7.

The newest Law is based on UU Republik Indonesia no.19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat 3

"Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500 juta."

Software Piracy's Cases in Indonesia

In 2006 Indonesia success to degrade software piracy rates became 85%, and in sequence 8th. Even the amount of loss in 2006 is equal to US$ 350 million or bigger than number 2005 equal to US$ 280.

The software that pirated at most are:

- operating system,

- office application,

- antivirus.

Several Forms of software piracy

  1. Hard-disk loading involves loading software onto new computers when they are sold to a customer.
  2. Softlisting, this involves installing software with a single-user license on multiple machines, and is the most common type of software piracy within companies
  3. Forgery, that is producing and selling The ilegal software.
  4. Software rental and illegal downloading.

Motive

Indonesia private company actually bought legal software for one PC. But in fact, from one legal software for one PC company use for more than one PC (they try to duplicate one software to many computers).

Cases

- Two Foreign Shipping Company in Batam,

PT Betamex and PT ASL Shipyard Indonesia used illegal software. They installed Autodesk, Microsoft, and Symantec without any lisence.

- PT Panca Putra Komputindo, HM Computer, HJ Computer, and Altec Computer, which is located in Mangga Dua, had to pay $ 4.764.608 to Microsoft Corporation for the loss.

- PT Procomm had to pay $ 4.4 million to Microsoft for the same case.

- 4 Internet Café in Malang used illegal software, and the total loss is more than $ 1 million.

SOLUTIONS

Anti-Piracy Organizations

Software Publishers Association (SPA)

Online Reporting Forms, Certified Software Management Seminars,Education Materials,Audit Software,Corporate

Anti-Piracy Programs

Business Software Alliance (BSA)

Online reporting form

Software Asset Management Strategies (S.A.M)

Employer Audit tools

Youth Education

University Education

The Entertainment Software Association (ESA)

Universal Copyright Convention (the “UCC”)

Reducing Software Piracy in Indonesia

Indonesia government cooperate with BSA (Business Software Alliance) try to reduce and war illegal software by giving 50 million rupiah to Indonesian people who give the information about company which used illegal software (included duplicated software)

Change software to Open Source System

IGOS Program (Indonesia Go to Open Sources)

Special pricing offered by Microsoft for Developing Countries, including Indonesia.

Make MoU with Microsoft

Educating Customer

By educating consumers about the cost to those who are robbed of their intellectual properties and the consequences to those who are caught, consumers will take it upon themselves to stop.

For Example :

If customer bought an illegal software, Based on UU Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Pasal 72 ayat 3 he/she realized the consequences of it. Such as going to court, caught by police, etc.

Good Impact of Software Piracies Reduction

The Impact of software piracy up to 10% in four years based on International Data Corporation (IDC) degradation:

Create addition 3.000 work field

Adding Domestic Product of Bruto ( PDB) Indonesia equal to US$ 3,3 milliard or about Rp 30 triliun.

Make-up of earnings of local vendor equal to US$ 1,5 milliard (Rp 13,5 triliun).

Improve governmental earnings of tax equal to US$ 152 million (Rp 1,4 triliun).

BUSINESS ETHICS : CORRUPTION

Banyak perusahaan yang umurnya puluhan tahun bahkan ratusan tahun dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dan pegawainya pun bangga karenanya, pelaksanaan etika bisnis dan Good Corporate Governancenya menjadi salah satu sustainable competitive advantage. Sebut saja Shell, BP, GE, Johnson and Johnson, sebagai di antara perusahaan yang dimaksud. Sebaliknya perusahaan-perusahaan besar banyak yang bangkrut atau sekadar ‘mati nggak, hidup pun ogah’ karena penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan etika bisnis tidak konsisten. Lemahnya komitmen dan kepemimpinan dan tidak dipakainya instrumen di dalam penerapan etika bisnis. Kelemahan lain adalah dalam proses internalisasi code of conduct ke seluruh pegawai. Dalam bahasa KPK mereka mem-print code of conduct, lalu menempelkan di dinding (post), "Dan terakhir adalah pray, berdoa, ‘mudah-mudahan pegawai saya membacanya," Kesalahan lain adalah adanya intervensi dari beberapa pihak. Nantinya seluruh BUMN itu free for doing leadership tanpa harus ada intervensi.

Kalau seluruh BUMN bergerak ke arah corruption free menurut sangat powerful karena ada 137 BUMN. Soal batasa intervensi, sebuah korporasi akan maju dengan baik manakala dalam pengambilan keputusan tidak ada afiliasi yang menggantungi dirinya. "Saya melakukan ini for the best of the company," ujar umpama ujaran CEO BUMN. Intervensi yang dimaksud tidak berkaitan dengan pihak pengintervensi dalam kapasitas pemegang saham. Intervensi itu adalah intervensi yang sifatnya BOD tidak independen karena ada keterikatan power yang lain.

Apa kaitannya korupsi, dilema etika, etika bisnis, dan Good Corporate Governance (GCG)?

Korupsi itu busuk; palsu; suap. Penyuapan; pemalsuan. Ini kalau menurut Kamus Bahasa Indonesia (1991). Kalau Kamus Hukum (2002) menyebutkan pengertian korpusi itu sebagai buruk; rusak; suka menerima uang sogok; menyelewengkan uang/barang milik perusahaan atau negara; menerima uang dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Diartikan juga di Kamus Hukum itu bahwa korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan sebagai tempat seseorang bekerja untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Boleh cari definisi korupsi di The Lexion Webster Dictionary (1978). Di situ ada pengertian kebejatan; ketidakjujuran; tidak bermoral; penyimpangan dari kesucian.

Kalau Indonesia belakangan dikenal sebagai negara korup terkemuka di Asia, selain Filipina. Istilah korupsi itu berasal dari kata corruptio atau corruptus. Tentu bukan bahasa Indonesia atau bahasa Filipina. Atau bahasa Hongkong dan Singapura yang terkenal sarang korupsi sektor swasta. Corruptio adalah bahasa Latin yang berasal dari kata corrumpere, terakhir ini kata Latin yang lebih tua.

Bahasa Eropa ketiban tetesan bahasa tersebut. Lahirlan kata corruption, corrupt di Inggris; corruption (Perancis); corruptie, korruptie (Belanda). Dari bahasa Belanda inilah konon kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu korupsi.

Dalam bahasa hukum kita, korupsi adalah perbuatan secara melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau korporasi) yang dapat merugikan keuangan/perekonomian negara (UU No. 20 Tahun 2001).

Banyak item-item yang termasuk tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001. Tetapi agar tidak bingung mengategorikannya, maka agar suatu perbuatan dapat dianggap sebagai korupsi adalah:
(1) secara melawan hukum;
(2) memperkaya diri sendiri/orang lain;
(3) "dapat" merugikan keuangan/perekonomian negara.

Korupsi menurut buku kecil yang ditertibkan KPK Mengenali & Memberantas Korupsi sebenarnya tidak beda jauh dengan pencurian dan penggelapan. Hanya saja unsur-unsur pembentuknya lebih lengkap.

Kalau diumpamakan suatu wilayah, korupsi adalah wilayah hitam, yaitu wilayah yang secara etika jelas-jelas tidak diterima. Berhadapan dengan wilayah hitam adalah wilayah putih, yaitu wilayah yang secara etika dapat diterima.

Di antara wilayah hitam dan putih itu ada wilayah abu-abu. Di situlah dilema etika berada. Korupsi, jelas tidak ada dilemanya, sudah jelas-jelas berstatus haram. Hukumnya jelas dan gampang dibedakan. Perbuatan itu dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat. Tingkatan korupsi itu lebih tinggi daripada sekadar tindakan mencuri dan penggelapan. Kalau pencurian -- mengutip buku KPK yang mengutip Pasal 362 KUHP -- adalah perbuatan secara melawan hukum mengambil barang sebagian atau seluruhnya milik orang lain dengan maksud memiliki. Barang/hak yang berhasil dimiliki bisa diartikan sebagai keuntungan pelaku.

Sedangkan penggelapan -- masih menurut buku KPK (dikutip dari Pasal 372 KUHP) -- adalah pencurian barang/hak yang dipercaya-kan atau berada dalam kekuasaan si pelaku. Ada penyalahgunaan kewenangan atau kepercayaan oleh si pelaku. Lalu wilayah abu-abu? Kalau dalam suatu operasi perusahaan ditemukan praktek-praktek yang ‘rasa-rasanya’ tidak diterima etika, tetapi ‘kok menentukan kelancaran operasi perusahaan,’ itulah dilema etika. Kalau tetap dilakukan ya itu sudah pelanggaran, seperti suap, uang pelicin, pungli, dan lain-lain. Tapi kalau tidak dilakukan operasi perusahaan bisa-bisa terganggu serius. Itu daerah abu-abu! Itulah sebab setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.

Terakhir ini di dunia bisnis ada pergeseran dari nilai intelektual ke emosional dan kemudian ke spiritual. Konsep GCG mencerminkan sekali praktek bisnis yang dilandasi sisi moral dan etika.

Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary disebutkan, etika didefinisikan sebagai:
1. the discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation.
2. (a). set of moral principles and values, (b) theory or system of moral values, (c) the principles of conduct governing an individual or a group.

Intinya etika adalah prinsip-prinsip moral dan nilai, pembeda yang baik dan buruk. Nah, kalau begitu mengapa orang melupakan prinsip bisnis yang dijalankan tokoh dunia yang namanya Muhammad bin Abdillah, sang Nabiyullah dan Rasulullah terakhir? Yang diajarkan Muhammad Saw dalam berbisnis adalah nilai-nilai universal. (1) Siddiq (benar, dapat dipercaya); (2) Amanah (menepati janji); (3) Fathonah (memiliki wawasan luas); (4) Tabligh (berkomunikasi).

Seorang non muslim seperti Hermawan Kertajaya, yang kita kenal sebagai pakar marketing dari MarkPlus. "Bila ingin mempelajari prinsip dan etika bisnis, pelajarilah dari agama Islam dan juga Konfusius," tuturnya seperti dikutip oleh sebuah situs.
Konfusius?

Sebagai seorang filsuf yang hidup sekitar tahun 500 SM, lanjut Hermawan Kertajaya yang juga keturunan Tionghoa ini, Konfusius adalah yang pertama yang berhasil menggabungkan berbagai keyakinan dari masyarakat Cina menjadi satu perangkat nilai luhur yang berdasarkan pada moralitas pribadi. Konfusius mengajarkan moral, perilaku baik, kemanusiaan, terus belajar, dan menjaga keseimbangan.

Aa Gym dan Hermawan Kertajaya dalam bukunya Berbisnis dengan Hati menyebutkan definisi untung dalam bisnis adalah kalau bisnis menambah silaturahmi, menambah saudara. Juga kalau bisnis mendatangkan untung untuk orang banyak. Itulah untung. KPK menjelaskan, nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Ada visi-misi dulu, baru kita bicara nilai-nilai perusahan. Nilai-nilai universal yang dimaksud adalah honesty (kejujuran), respect on the rule of law (taat asas/peraturan), trust (kepercayaan, dapat dipercaya), common sense (kepatutan dan ke-pantasan), serta menghargai HAM.

Etika bisnis sendiri merupakan bagian in-tegral dari nilai-nilai Good Corporate Governance (GCG). Nilai-nilai GCG itu hanya lima kaidah:
(1) Transparansi (Transparency);
(2) Akuntabilitas (Accountability);
(3) Responsibilitas (Responsibility);
(4) Independensi (Independency);
(5) Kesetaraan dan kewajaran (Fairness).

Apa, sih, gunanya GCG? Amerika Serikat harus melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun 1929. Bangkrutnya Enron, perusahaan besar di AS, belakangan ini juga akibat pelanggaran terhadap etika bisnis, yang notabene melanggar kaidah GCG. Secara akademis orang menyebutkan kebutuhan GCG timbul berkaitan dengan prinsip agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan agentnya. Hal ini bisa dipahami, kalau melihat pengertian istilah GCG itu sendiri, yang merupakan sistem pengendalian dan pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak yang mengurus perusahaan.

KPK bilang dalam situsnya, bahwa GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan, dan konsisten dengan peraturan dan perundang-undangan.
Masih menurut KPK, penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling ber-hubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator; dunia usaha sebagai pelaku pasar; dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha.

Dunia usaha berperan menerapkan GCG ini dengan antara lain menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang sehat, efisien, dan transparan.

Prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah GCG adalah etika bisnis itu sendiri. Jelas, korupsi sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan perusahaan atau bahkan negara bertentangan sekali dengan kaidah-kaidah GCG.

Kuliah Perdana>> Revolusi Paradigma Pembelajaran Perguruan Tinggi : Dari Penguliahan ke Pembelajaran

Kondisi budaya belajar mengajar di perguruan tinggi yang tidak kondusif untuk menciptakan suasana akademik, profesional dan ilmiah, saya rasakan selama menjadi mahasiswa dalam menempuh kesarjanaan. Kondisi belajar mengajar di perguruan tinggi sampai saat ini belum mengubah wawasan dan perilaku secara nyata. Gejala yang sering dirasakan adalah lebih merupakan kebutuhan sosial, bukan sebagai kebutuhan untuk pengembangan dan pematangan diri. Kesalahan persepsi seperti ini menghasilkan suatu sikap dan semangat belajar yang jauh dari harapan.

Makalah tersebut bisa meluruskan persepsi dan pemahaman tentang arti kuliah dan belajar di perguruan tinggi. Sehingga untuk kuliah sekarang ini akan dilakukan perubahan belajar yang cukup radikal. Dengan menetapkan konsep diri dan tidak terpengaruh oleh praktik belajar yang menyimpang. Kuliah merupakan kegiatan untuk penguatan pemahaman terhadap materi pengetahuan sebagai hasil kegiatan balajar mandiri. Sehingga saya akan menyiapkan diri sebelumnya, sehingga tingkat pemahaman akan meningkat dengan cukup pesat karena penjelasan dosen akan memperkuat apa yang sudah dipahami. Dengan revolusi paradigma ini, tujuan saya sekarang dalam bentuk career plan bahkan life plan jelas dan konkret.

Belajar di perguruan tinggi untuk kelas baru ini, dituntut tidak hanya mempunyai keterampilan teknis tetapi juga mempunyai daya dan kerangka piker/nalar serta sikap mental, kepribadian dan kearifan tertentu sehingga mereka mempunyai wawasan yang luas. Dan juga dituntut mempunyai ciri-ciri manusia arif yang mempunyai pengetahuan yang luas (to be learned), kecerdikan (smartness), akal sehat (common sense), tlikan (insight), sikap hati-hati (prudence, discrete), pemahaman terhadap norma-norma kebenaran, dan kemampuan mencerna pengalaman hidup. Setelah membaca makalah ini, kemampuan berbahasa atau komunikasi yang saya rasakan kurang, bisa menyadari akan pentingnya meningkatkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan yang mutlak untuk kegiatan yang ilmiah.